Sunday, January 3, 2010

488 days of .....

Seorang sahabat yang aku tidak pernah mengenalnya sebelumnya memberiku sebuah tulisan kepadaku, tulisan itu berjudul " sahabatku, sendiriku "


Ada banyak cerita yang ingin aku katakan, tapi aku tidak bisa bercerita dengan baik. Karena aku sudah terbiasa diam dan menelan ceritaku sendiri. Terutama cerita yang tidak menyenangkan. Aku merasa nyaman dengan cara itu.

Aku dulu pernah ingin punya sahabat tempat saling berbagi cerita. Dan itu pernah terwujud. Tapi sekarang aku sendiri lagi. Tidak apalah. Aku tidak menyesali atau bersedih. Aku berterima kasih pada waktu dan sahabatku yang sudah memberikan kesempatan merasakan punya sahabat. Bukan berarti aku memusuhinya. Aku tetap akan menjadi sahabatnya dan menyayanginya dalam cara yang berbeda. Karena tidak ada yang bisa menggantikan sosok dirinya. Sahabatku …


Ada pelajaran yang aku ambil dari itu, “jangan pernah berharap jika tidak ingin kecewa”. Ya, aku banyak berharap dari sahabatku. Harapanku yang terlalu berharap. Harapanku yang mengecewakanku. Mengapa, aku tidak bersahabat lagi? Itu pertanyaan klise. Karena hal itu biasa terjadi pada setiap orang dengan cara yang berbeda.
Tapi itu bukan suatu kesalahan yang harus aku sesali. Itu adalah goresan cerita yang mewarnai kanvas kehidupan. Aku tidak ingin berpura-pura bijaksana. Aku juga bersedih. Aku juga menangis. Aku juga kecewa. Tapi hidup mencari kehidupan, terus berlanjut. Banyak yang aku harus lakukan, banyak yang aku harus wujudkan.

Apakah aku berharap akan punya sahabat lagi suatu hari? Sekarang aku tidak bisa menjawab pertanyaan itu. Aku perlu waktu. Ya, waktu, waktu yang selalu aku butuhkan, yang selalu bisa menolongku, yang selalu aku harapkan. Waktu adalah sahabatku?!… Ah… itu klise juga. Sejenak terasa hidupku membosankan dalam perjalanan waktu yang tidak aku mengerti. Aku sadar, aku ini membosankan. Aku tidak berani berharap lagi. Dan … sejenak aku merindukan sahabatku. Dia bisa mengerti aku. Dia tahu aku. Ternyata masih ada kerinduan akan kehadirannya, ceritanya dan mimpi-mimpinya. Tapi aku tidak ingin mengganggu dengan cerita-ceritaku, dengan masalah-masalahku atau dengan candaku sekalipun.

Berat semakin terasa. Kepalaku terasa penuh dan sakit, nafasku sesak. Tapi hidup menuntut kehidupan. Tidak peduli diantara mana aku berada, atau di kedua sisi yang harus dijalani. Dan pekerjaan-pekerjaanku yang seolah berlomba untuk dipenuhi, untuk diselesaikan. Semua itu ada dipikiranku dan menggangguku setiap waktu. Yang membuatku susah untuk memejamkan mata yang sudah mengantuk sekalipun. Yang memberatkanku untuk bangun walau sepagi apapun aku terjaga.

Aku ingin pergi sejauh mungkin, ke tempat dimana aku bisa melepaskan semua masalahku. Tapi aku tidak bisa lari dari kenyataan. Aku bukan pengecut. Walau berat, aku kumpulkan sisa-sisa semangatku, yang aku cari dikesendirianku yang membosankan. Aku sadar, aku hanyalah “The completely nothing, The perfect nothing.” Dengan kesadaran itu, aku berjalan, aku bangun. Dengan semua itu aku mencoba membangun mimpi-mimpiku dan merangkainya dalam harapan baru. Menjalani hari-hariku yang akan semakin berat. Aku tidak bermaksud mendramatisir keadaan. Tidak ada maksud apa-apa untuk cerita itu. Juga tidak perlu dikomentari. Tidak perlu… Aku cuma ingin melegakan nafasku dari rasa yang menyesak. Ya, aku pikir begitulah…
Aku seharusnya bisa memaknai masalah itu dan menyelesaikannya dengan sesungguhnya, bukan pasrah dengan waktu.

Sendiri… Bukankah aku menikmati sendiri? Dan kesendirian adalah sahabatku?
Ya, selamat datang kembali kesendirian. Akan aku sambut dengan sepenuh hati. Aku tidak bisa berkata akan menyambutnya dengan senang atau dengan sedih. Karena tidak keduanya. Atau keduanya?!…

Terima kasih. Kata itu yang aku ucapkan sekarang. Dengan susah payah aku kumpulkan serpihan-serpihan semangat dalam kesendirian. Dalam ketidakberartianku. Keinginan ataukah harapan, aku juga bingung. Ahh, aku tidak peduli. Satu yang pasti sekarang aku punya mimpi, yang dulu hanya timbul tenggelam dipikiranku, yang dulu hanya sebatas keinginan. Itu harus aku wujudkan. Sekarang…

Aku berterima kasih pada waktu. Yang sudah menolongku untuk bermimpi, dan merangkainya. Aku sudah bisa melepaskan semua yang aku inginkan sebelumnya atas sahabatku. Untuk punya mimpi baru. Terima kasih pada segala sesuatu dan siapa saja yang telah melintas dalam kesendirianku.

Mengapa semua itu sangat menggangguku, semua itu karena sahabatku?!… Sepertinya dia telah berhasil membelengguku dalam buaian cita-cita ideologis yang tulus. Begitu kuat merasuk ke otakku dan dengan sesukanya menari-nari dipikiranku setiap saat. Shit! …

Aku tidak pernah menyesal kenal dengannya. Aku juga tidak kecewa bersahabat dengannya. Banyak hal yang sudah kau berikan padaku. Ada cerita indah yang kau ceritakan. Cerita akan dunia antah berantah yang indah dan demokratis, tanpa penindasan. Cerita yang membuat aku bertambah merasakan dua sisi dunia yang menghimpitku. Keteguhan hatimu akan cita-cita yang tulus melahirkan kagum. Akupun berharap tentang cerita indah itu.

Tapi sekarang aku berubah. Tapi kamupun berubah, sahabatku. Yang pasti dari apa yang kulihat dari dirimu, walau hanya sesaat ku lihat. Karena perubahan itu, membuat aku seolah aku tidak mengenalmu. Apakah artinya persahabatan kita kalah oleh perubahan. Atau mungkin memang persahabatan kita yang memang harus berubah?. Sebagaimana perjalanan waktu yang berubah.

Akhirnya, berubahlah semau kau berubah. Karena tidak ada yang akan menghalangimu, apalagi melarangmu. Dan memang begitulah adanya hidup yang egois in, yang aku mulai memahaminya.

Dan sekarang aku pikir aku bisa melepas sosok, bayangmu dari keseharianku. Perubahan yang menjadi sikap dirimu, menguatkan itu semua dan menjawab keraguanku dan melahirkan keberanianku untuk melangkah. Untuk mematerialkan mimpi dan rencana yang tertunda. Untuk melakukan apa yang aku ingin lakukan. Untuk merasakan hidup yang lebih hidup.

Tidak semudah kata-kata, karena jauh didalam hatiku masih ada bayangmu. Ketika bosan aku sangat membencimu. Aku ingin melupakanmu, semua tentang kamu. Logikaku menguatkan keraguanku.

Ternyata kau bukan sahabatku. Kau adalah seseorang yang pernah kudamba, kuinginkan. Seseorang yang pernah membukakan mata, hati, dan pikiranku. Seseorang yang pernah memberi jawab akan tanyaku. Tapi biarlah rasa itu pergi entah kemana. Karena aku sadar, aku tidak akan bisa menjadi apa yang kamu inginkan. Dan hanya akan ada ilusi sesaat yang memabukkan.

Akhirnya, aku menutup sepenggal kesendirianku dengan segelas kopi ditingkahi Linkin Park dengan No more sorrow-nya yang selalu setia bersahabat denganku.

No, no more sorrow.
I’ve paid for your mistakes.
Your time is borrowed.
Your time has come to be replaced.

Terima kasih banyak telah memberiku tulisan ini, meskipun belum mengenalmu ,,,, semoga sukses selalu dan senantiasa diberi kesehatan.

Dan Slank pun bernyayi " kadang ku merasa sendirian, sahabat hanya diriku sendiri"