Friday, August 15, 2008

Peaceness.

Berita-berita yang terbaca dari media-media yang sudah tersedia, benar-benar membuat otak mengikuti arus informasi yang menjadikan seorang pembaca bisa berpikiran pesismis untuk ikut serta mewujudkan dunia yang damai dan tentram. Disalah satu situs berita, kita membaca tentang pembunuhan beruntun, di situs yang lain kita temukan aksi-aksi saling balas dendam dan sebagainya yang semakin memperpuruk keadaan bumi ini.

Baru-baru ini, konflik antara Georgia dan Rusia yang bermula dari masalah Ossetia selatan makin merembet menjadi sebuah peperangan yang meminta banyak korban dan menghancurkan instalasi-instalasi kesehatan dan tempat belajar serta banyak juga yang lain yang tidak terhitung jumlahnya.

Perang kepentingan terjadi dimana-mana serta tarik ulur kepentingan menjadi prioritas utama untuk sebuah kekuasaan yang sifatnya tidak universal, warga sipil menjadi korban permainan catur dunia, para pejabat tinggi negara saling kecam, tak jelas mana yang benar dan mana yang patut disalahkan.

Begitu juga kerusuhan antara Muslim dan Hindu di Khishtwar, India. dalam prosesi pemakaman dua warga muslim korban penembakan, mendesak agar tentara India mundur. Mereka juga mengancam akan menuntut balas atas kematian para korban. ''Darah harus dibalas dengan darah,'' teriak para pelayat.

Mungkin benar anggapan, bahwa dunia ini tidak akan pernah tenang dan damai, di Indonesia pun juga sangat banyak konflik yang tak kunjung selesai, tapi malah bertambah dan berkembang biak, mungkin hal itu juga didukung pihak asing yang memang tidak ingin melihat Indonesia jadi negara yang aman damai sentosa.

Kepentingan adalah tuhan mereka, yang selalu dijunjung dan dipertahankan, sebagaimana hukum rimba yang berlaku " siapa yang paling banyak kekayaan itulah yang paling kuat. dan rakyak kecil selalu menjadi korban kegilaan mereka yang haus kekuasaan dan kekayaan.

lantas dimana kita bisa menempatkan diri menjadi individu yang kuat bertahan dengan segala tekanan dan godaan? apakah kita larut dengan mereka?

Rongoo Warsito berujar pada bait Serat Kolotidho:

amenangi jaman édan,
éwuhaya ing pambudi,
mélu ngédan nora tahan,
yén tan mélu anglakoni,
boya keduman mélik,
kaliren wekasanipun.
Ndilalah kersaning Gusti,
begja-begjaning kang lali,
luwih begja kang éling lan waspada.

yang artinya :Mengalami zaman serba gila, sulit rumit dalam bertindak, ikut gila tak sampai hati, jika tak ikut larut tak bakal dapat rejeki, kelaparanlah akhirnya, namun sudah takdir Allah, semujur-mujurnya yang lupa, lebih bahagia bagi yang ingat (pada Tuhan) dan tetap waspada.


:(